perjalanan
Rabu, 15 November 2017
Selasa, 09 Agustus 2016
makalah pembuatan tempe
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Perkembangan
bioteknologi telah melalui sejarah yang panjang sebelum manipulasi genetic
mulai berkembang. Bioteknologi telah dikenal dan dilakukan oleh masyarakat tradisional,
walaupun tanpa sebutan bioteknologi. Bioteknologi tradisional merupakan
bioteknologi yang memanfaatkan mikroba, proses biokimia, dan proses genetic
alami seperti mutasi dan rekombinasi genetic. Salah satu contoh produk
bioteknologi konvensional yang banyak diterapkan oleh masyarakat kita adalah
pada aspek pangan yakni pembuatan tempe yang berbahan dasar kedelai.
Tempe mempunyai nilai gizi yang
baik. Di samping itu tempe mempunyai beberapa khasiat, seperti dapat mencegah
dan mengendalikan diare, mempercepat proses penyembuhan duodenitis,
memperlancar pencernaan, dapat menurunkan kadar kolesterol, dapat mengurangi
toksisitas, mencegah anemia, menghambat penuaan, serta mampu menghambat resiko
jantung koroner, penyakit gula, dan kanker. Untuk membuat tempe, selain
diperlukan bahan dasar kedelai juga diperlukan ragi. Ragi merupakan kumpulan
spora mikroorganisme, dalam hal ini kapang.
Dalam proses pembuatan tempe
paling sedikit diperlukan empat jenis kapang dari genus Rhizopus, yaitu
Rhyzopus oligosporus, Rhyzopus stolonifer, Rhyzopus arrhizus, dan Rhyzopus
oryzae. Miselium dari kapang tersebut akan mengikat keping-keping biji kedelai
dan memfermentasikannya menjadi produk tempe. Proses fermentasi tersebut
menyebabkan terjadinya perubahan kimia pada protein, lemak, dan karbohidrat.
Perubahan tersebut meningkatkan kadar protein tempe sampai sembilan kali lipat.
Fermentasi dapat
terjadi karena adanya aktivitas mikroba penyebab fermentasi pada substrat
organik yang sesuai. Terjadinya fermentasi ini dapat menyebabkan perubahan
sifat bahan pangan, sebagai akibat dari pemecahan kandungan-kandungan bahan
pangan tersebut.
Pembuatan tempe
tergolong gampang-gampang susah, hal ini dikarenakan bahan yang digunakan mudah
untuk kita dapat namun dalam proses pembuatannya haruslah se steril mungkin, baik
alat-alat dan bahan-bahan yang digunakan harus bersih, terutama dari lemak atau
minyak. Alat-alat yang berminyak jika dipakai untuk mengolah bahan tempe bisa menyebabkan kegagalan fermentasi. Air yang
digunakan juga harus bersih, menggunakan air hujan bisa mengakibatkan tempe tidak berhasil dibuat.
Berdasarkan uraian di atas,
maka untuk mengetahui bagaimana mikroba dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan
suatu makanan, atau menghasilkan produk tertentu, maka kegiatan praktikum ini
perlu dilakukan untuk mengetahui pembuatan tempe, agar
kita sebagai mahasiswa dapat menambah keterampilan dalam menghasilkan produk
bioteknologi secara konvensional.
B.
Rumusan
Masalah
-
Bagaimana cara
pembuatan tempe?
-
Bagaiman
peran Rhizopus oligosporus dalam
pembuatan tempe?
C.
Tujuan
penelitian
-
Untuk mengetahui cara
membuat tempe
-
Untuk mengetahui peran Rhizopus oligosporus dalam proses pembuatan tempe
D.
Manfaat
penelitian
Manfaat yang diperoleh
siswa:
a) Siswa
akan mengetahui cara kerja atau proses pembuatan Tempe dengan menggunakan
Bioteknologi.
b) Siswa
akan memperdalam pemahaman materi mengenai Bioteknologi konvensional dengan
menjadikan percobaan ini sebagai acuan atau contoh agar mempermudah pemahaman
tentang materi.
c) Pengamatan
ini dilakukan untuk menambah wawasan dan pengetahuan setiap siswa.
Manfaat yang diperoleh
pembaca laporan:
a) Laporan
pengamatan ini akan membantu dalam memahami materi Bioteknologi konvensional
terutama dalam pembuatan Tempe.
b) Pengamatan
yang terdapat dalam laporan ini akan dapat dikembangkan oleh pembaca, sehingga
dapat memperoleh hal yang baru dalam pengetahuan.
c) Sebagai
bahan referensi bagi pembaca.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kajian Teori
Tempe merupakan makanan tradisional
Indonesia yang dikomsumsi oleh hamper semua lapisan masyarakat, dengan komsumsi
rata-rata pertahun 5,2 kg/kapita. Tempe mengandung komponen-komponen gizi yang
tinggi, seperti protein dan vitamin B12 . Bahkan tempe diketahui mengandung
senyawa antioksidan yang diidentifikasi sebagai isoflafon, yakni daidzein,
genistein, glisitein. Senyawa-senyawa ini diyakini mempunyai peranan dalam
merendam aktivitas radikal bebas, sehingga bermanfaat bagi pencegahan kanker
seperti halnya karetenoid, vitamin E dan vitamin C (Subagio, 2002).
Bioteknologi adalah cabang ilmu yang mempelajari
pemanfaatan makhluk hidup (bakteri, fungi, virus, dan lain-lain) maupun produk
dari makhluk hidup (enzim, alkohol) dalam proses produksi untuk menghasilkan
barang dan jasa. Dewasa ini, perkembangan bioteknologi tidak hanya didasari
pada biologi semata, tetapi juga pada ilmu-ilmu terapan dan murni lain, seperti
biokimia, komputer, biologi molekular, mikrobiologi, genetika, kimia,
matematika, dan lain sebagainya. Dengan kata lain, bioteknologi adalah ilmu
terapan yang menggabungkan berbagai cabang ilmu dalam proses produksi barang
dan jasa. Bioteknologi secara umum berarti meningkatkan kualitas suatu
organisme melalui aplikasi teknologi. Aplikasi teknologi tersebut dapat
memodifikasi fungsi biologis suatu organisme dengan menambahkan gen dari
organisme lain atau merekayasa gen pada organisme tersebut.(Galih,2012)
Kacang-kacangan dan biji-bijian seperti kacang
kedelai. Kacang tanah, biji kecipir, koro dan lain-lain merupakan bahan pangan
sumber protein dan lemak nabati yang sangat penting peranannya dalam kehidupan.
Kedelai mengandung ptotein 35% bahkan pada varietas unggul proteinnya dapat
mencapai 40-43%.
Dibandingkan dengan beras, jagung, tepung singkong,
kacang hijau, daging, ikan segar, dan telur ayam, kedelai mempunyai kandungan
protein yang lebih tinggi, hamper menyamai kadar protein susu skim kering
(Hartono,&Yusmina Hala, 2012).
Pembuatan tempe dikenal beberapa macam laru atau
inokulum yang dapat digunakan. Penggunaan laru yang baik sangat penting untuk
menghasilkan tempe menggunakan tempe yang sudah jadi. Tempe diiris-iris tipis,
dikeringkan dengan oven 40-450C atau jamur sampai kering, digiling atau
ditumbuk halus dan hasilnya digunakan sebagai inokulum bubuk. Disamping itu, di
beberapa daerah digunakan juga miselium kapang yang tumbuh di permukaan tempe.
Caranya, miselium yang tumbuh dipermukaan tempe diambil dengan cara mengiris
permukaan tempe tersebut, kemudian irisan permukaan yang diperoleh dijemur,
digiling dan digunakan sebagai inokulum bubuk (Sarwono,1982).
Menurut
Hidayat (2012), Proses fermentasi tempe dapat dibedakan atas tiga fase yaitu :
1) Fase
pertumbuhan cepat (0-30 jam fermentasi) terjadi penaikan jumlah asam lemak
bebas, penaikan suhu, pertumbuhan jamur cepat, terlihat dengan terbentuknya
miselia pada permukaan biji makin lama makin lebat, sehingga menunjukkan masa
yang lebih kompak.
2) Fase
transisi (30-50 jam fermentasi) merupakan fase optimal fermentasi tempe dan
siap untuk dipasarkan. Pada fase ini terjadi penurunan suhu, jumlah asam lemak
yang dibebaskan dan pertumbuhan jamur hampir tetap atau bertambah sedikit,
flavor spesifik tempe optimal, dan tekstur lebih kompak.
3) Fase
pembusukan atau fermentasi lanjut (50-90 jam fermentasi) terjadi penaikan
jumlah bakteri dan jumlah asam lemak bebas, pertumbuhan jamur menurun dan pada
kadar air tertentu pertumbuhan jamur terhenti, terjadi perubahan flavor karena
degradasi protein lanjut sehingga terbentuk amonia.
Microorganisme Yang
Berperan dalam Pembuatan Tempe
Tempe adalah sumber protein yang penting bagi pola
makanan di Indonesia, terbuat dari kedelai. Pembuatan tempe dilakukan
sebagai berikut : kedelai kering dicuci, direndam semalam pada suhu 250C
esok paginya kulit dikeluarkan dan air rendam dibuang. Kedelai lalu
dimasak selama 30 menit. Sesudah itu didinginkan, ditaburkan dengan
spora Rhizopus oligosporus
dan Rhizopus oryzae, ditaruh
dalam panci yang dangkal dan didiamkan pada suhu 300C selama 20 - 24 jam. Dalam
waktu itu kedelai terbungkus sempurna oleh mycelia putih dari jamur.
Sekarang tempe siap untuk dikosumsi. (Wirakartakusumah, dkk; 1992).
BAB
III
METODE PERCOBAAN
A.
Instrumen
(Alat dan Bahan)
Γ Bahan:
1. Biji kedelai sebanyak 1 kg
2. Ragi Tempe 1
sendok makan
Γ Alat:
1. Panci,
2. kompor gas,
3. tampah,
4. tapisan,
5. sendok nasi,
6. ember,
7. pembungkus, terdiri dari
a.
Daun Pisang
b.
Plastik
8.
serbet.
9.
lilin
B.
Prosedur
Kerja
1. Kedelai direndam dengan air bersih selama satu hari satu malam.
2. Setelah direndam sehari semalam dalam air rendaman, lalu kulit ari kedelai
dibuang dengan cara diremas-remas sampai biji terbelah.
3. Kedelai yang telah dibuang kulitnya direbus lagi dengan air baru dan bersih
selama ± 30 menit sampai
titik didih tercapai. Kemudian rebusan kedelai ditiriskan pada tampah
yang beralaskan daun Pisang, lalu didinginkan.
4. Setelah rebusan kedelai dingin dan mulai kering, taburkan bibit tempe
(ragi) sebanyak 1 sendok makan untuk 1 kg kedelai yang telah di siapkan sampai
benar-benar merata.
5. Kedelai yang sudah dicampur bibit tempe, di lakukan 2 perlakuan yang
berbeda dalam pembungkusan :
6. Perlakuan
pertama, dibungkus dengan daun pisang yang telah dilayukan.
7. Perlakuan
yang kedua, kedelai yang telah diberikan ragi dibungkus dengan menggunakan
plastic, setelah kedelai masuk dalam plastic ujung dari plastic di rekatkan
dengan cara mendekatkan ujung dari plastic yang tebuka kea pi dari lilin.
Setelah plastic tertutup bagian sisi dari plastic tersebut di lubangi
menggunakan jarum atau lidi.
8. Setelah itudisimpan
selama dua hari.
9. Pengamatan dilakukan pada hari kedua, untuk melihat hasil yang didapatkan
dari pembuatan Tempe.
C.
Dokumentasi
Pelaksanaan Percobaan
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
a.
Hasil
Setelah hari kedua pengamatan atau
hari kedua setelah kedelai yang telah di beri ragi di diamkan di lakukan
pengamatan dengan hasil
1. Kedelai
yang di bungkus dau pisang
|
2. Kedelai
yang dibungkus dengan Plastic
|
b.
Pembahasan
Dari hasil percobaan yang telah
kelompok kami lakukan dalam pembuatan Tempe, maka pembuatan tempe pada kelompok
kami berhasil. Dengan hasil Tempa jadi yang di bungkus dengan daun pisang.
Akan tetapi dari data yang ditemukan, kami mengalami
kegagalan dalam pembuatan Tempe ketika membuatnya dengan bungkus plastic, dari
kedua data yang didapatkan ini kami sementara menyimpulkan bahwa daun pisang
lebih cocok
dalam pembuatan Tempe. Tempe yang dibuat dengan menggunakan bahan plastic
sebagai pembungkus sudah membusuk pada hari kedua pengamatan, dimana seharusnya
pada jangka waktu hari tersebut diharapkan yang terjadi adalah bentuk Tempe
yang diinginkan.
Sesuai dengan data dan informasi ilmiah yang kami
dapatkan, pada proses fermentasi tempe terdiri atas tiga fase yaitu : (a). Fase pertumbuhan cepat ini berlangsung
0 sampai 30 jam pertama, terjadi penaikan jumlah asam lemak bebas, penaikan
suhu, pertumbuhan jamur cepat, dengan terbentuknya miselia pada permukaan biji
yang semakin lebat setelah fase ini lalu masuk pada fase kedua (b)Fase transisi yang berlangsung setelah
30 jam pertama sampai 50 jam fermentasi berlangsung yang merupakan fase optimal
fermentasi tempe yang siap untuk dipasarkan.
Setalah 50 jam tempe masuk pada (c) Fase
pembusukan atau fermentasi lanjut yang terjadi akibat proses ini adalah
terbentuknya ammonia, yang artinya tempe pada jangka waktu ini jika tidak
mendapatkan perlakuan yang baik akan segera membususk.
Pada percobaan yang telah kami lakukan yang terjadi
adalah pada Tempa yang dibungkus dengan bahan pembungkus berupa plastic telah membusuk pada hari kedua
yang masi dalam jangka waktu 48 jam fermentasi yang seharusnya pada waktu-waktu
tersebut Tempe dalam keadaan optimal atau paling baik.
Ini jelas membuktikan plastic yang digunakan tidak
terlalu cocok dalam pengolahan tempe, apalagi dengan pengolahan yang tidak
higienis, termasuk tidak cocok untuk produksi sekala rumahan.
Dalam sebuah penelitian meyebutkan bahwa tempe yang
dibungkus rapat dengan plastik akan lebih cepat membusuk dibandingkan dengan
tempe yang dibungkus oleh daun pisang.
Molekul kecil pada kemasan plastik yang digunakan
untuk membungkus tempe atau bahan makanan lainnya dikhawatirkan akan melakukan
migrasi ke dalam bahan makanan yang dikemas, hal inilah yang dapat menyebabkan
cepatnya pembusukan tempe. Apalagi jika plastik diolah dari bahan yang
berbahaya, hal ini dapat mengakibatkan bahan kimia bercampur dengan tempe dan
akan menghambat pertumbuhan kapang. Kapang tempe yang digunakan bersifat aerob
obligat, artinya membutuhkan oksigen untuk pertumbuhannya. Oleh karena itu jika
tempe dibungkus dengan plastik yang rapat dikhawatirkan proses fermentasi akan
terhambat dan kualiatas kapang yang dihasilkan akan mempengaruhi kulaitas tempe
juga. Selain itu, plastik tidak mempunyai rongga karena partikel-partikelnya
padat, sementara itu daun pisang memiliki rongga yang tidak terlalu padat
sehingga sirkulasi udara berjalan lancar yang berguna bagi tempe ketika
menguap.
Sementara itu daun pisang merupakan bahan
organik yang memiliki sifat kontaminan alami yang ada pada daunnya. Macam
bakteri yang sering ada pada permukaan daun adalah Bacillus cereus, B.Subtilis,
Lacotbacillus acidophilus sp., Staphylococcus aureus, S.epidermidis,
pseudomonas sp.,Corynebacterium sp.,Micrococcus sp. Kapang yang sering ada
adalah Mucor mucedo, Aspergillus niger, A.flavus, penicilium expansum,Rhizopus
stolonifer (Supardi dan Sukamto, 1999).
Sejak dulu daun pisang digunakan oleh masyarakat
jawa sebagai pembungkus makanan terutama tempe, hal ini disebabkan karena
membungkus tempe dengan daun pisang sama halnya dengan menyimpan tempe dalam
ruang gelap dimana hal itu adalah salah satu syarat ruang fermentasi.
Walaupun dibungkus kelebihan lainnya daun pisang
masih bisa melakukan sirkulasi udara karena rongga-rongga udaranya. Ini dia
yang menambah kelebihan tempe jika dibungkus dengan daun pisang,
kandungan polifenol yang terdapat pada daun pisang sama dengan daun teh yang
dapat menjadi antioxidant. Antioxidant polifenol dapat mengurangi resiko
penyakit jantung, pembuluh darah dan kanker. Aroma dari tempe pun akan lebih
harum dan tak berbau tengik karena ada kandungan polifenol ini. Kandungan
polifenol juga dapat menghambat pertumbuhan bakteri streptococcus dan akan
lebih memaksimalkan proses fermentasi pada tempe karena kapang tumbuh dengan
baik.
BAB V
KESIMPULAN
Kesimpulan
Berdasarkan data yang kami peroleh dari proses
pengamtan ini, kami dapat menyimpulkan bahwa :
1. Tempe merupkan salah satu produk
bioteknologi terbuat dari singkong yang difermentasikan oleh Rhizopus oligosporus.
2. Peran
Rhizopus oligosporus dalam pembutan tempe adalah Rhizopus akan
menggunakan Oksigen dan menghasilkan CO2 yang akan menghambat beberapa
organisme perusak. Adanya spora dan hifa juga akan menghambat pertumbuhan
kapang yang lain. Jamur tempe juga menghasilkan antibiotikayang dapat menghambat
pertumbuhan banyak mikrobia.
3. Untuk
pembungkusan tempe sebaiknya menggunakan bahan daun pisang, untuk menghindari
tepe yang dibuat tidak cepat membusuk.
4. Cita
rasa tempe kedelai ditentukan oleh jenis kedelainya dan ditentukan juga oleh
jenis pembungkus yang digunakan selama fermentasi. Selama ini yang kita ketahui
ada dua jenis pembungkus tempe, yaitu plastik dan daun pisang. Kemasan plastik
memiliki kelebihan yaitu kuat, ringan, tidak karatan serta dapat diberi warna,
sedangkan kelemahannya adalah molekul kecil yang terkandung dalam plastik yang
dapat melakukan migrasi ke dalam bahan makanan yang dikemas. Daun pisang
memiliki kelebihan pembungkus alami yang tidak mengandung bahan kimia, mudah
ditemukan, mudah di lipat dan memberi aroma sedap.
DAFTAR PUSTAKA
Galih. 2015. Pembuatan Tempe. http://neogalih.
blogspot. com/2011/04/laporan
-bioteknologi-pembuatan-tempe.html?showComment=1354114354422#c56713896
1209048253.
Nurhidayat. 2015.
Tahapan Proses Pembuatan Tempe. http://nurhidayat.lecture .ub .ac
.id /2009/04/28/tahapan-proses-pembuatan-tempe/#comments.
Muchtadi,T.R.
1989. Teknologi Proses Pengolahan Pangan. PAU Pangan dan Gizi, IPB Bogor.
Setiadi. 2002. Kepekaan Terhadap Pengolahan Pangan. Pusat Dinamika Pembangunan
UNPAD, Bandung.
Winarno,F.G,
dkk. 1984. Pengantar Teknologi Pangan. PT Gramedia, Jakarta. Wirakartakusumah,
dkk. 1992.
Peralatan dan Unit Proses Industri
Pangan. PAU Pangan dan Gizi, IPB Bogor.
Langganan:
Postingan (Atom)