Rabu, 15 November 2017

Aku Takut Tinggal di Dunia Yang indah Ini

Dunia yang engkau ciptakan ini ya allah sungguh lah indah.. Tetapi aku takut tinggal di bumi mu ini... Karna aku tau suatu saat bumi ini pun tak mampu menahan gejolak akibat dari perbuatan manusia.  Dunia yang engkau ciptakan ini ya allah sungguh lah mengagumkan.. Tetapi aku takut tinggal di bumi mu ini, aku takut akan sebuah kehidupan setelah kematian. Saat rasa takut itu menyentuh hati ku seakan aku menjadi gelisah, pikiran ku kacau dan aku benar-benar takut dan menyesali setiap waktu yang ku buang sia-sia karna terlalu mencintai dunia ini. Saat aku membayangkan saat ini aku masih mejajaki tanah tempat ku berdiri, lalu bagaimana nanti saat tanah yang ku jajaki berubah menjadi lahar api,  lalu saat ini aku menikmati segala keindahan dunia ini, lalu bagaimana nanti ketika keindahan itu berubah menjadi lautan api, saat ini aku bahagia dan mencintai dunia ini hingga aku melupakan tujuan ku diciptakan,  lalu bagaimana kelak aku akan di siksa dengan siksaan yang amat lah pedih... Aku takut kehilangan, aku takut akan kematian dan aku takut bagaimana aku akan menemui mu (allah) dalam keadaan yang hina. Aku takut bagaimana kehidupan setelah kematian sementara aku belum memiliki bekal untuk menuju surga mu... Aku takut tinggal di bumi mu ya allah.. Aku takut karna setiap hembusan dosa yang ku lakukan membuat ku tersiksa di neraka mu. Perlahan bumi yang ku tempati semakin rapuh, perlahan dunia ini semakin bergejolak... Dan aku takut tinggal di bumi mu ya allah.... Andaikan aku bisa meminta aku ingin diciptakan untuk tidak menjadi manusia karna aku tau setiap yang aku lakukan akan mendapatkan balasan nya. Sementara aku manusia yang berbuat kerusakan di muka bumi ini sementara malaikat selalu bertasbih memuji engkau (allah). Aku takut tinggal di bumi mu ini ya allah dengan segala nikmat yang berlimpah hingga membuat ku lupa mengucapkan syukur kepada mu. Aku takut tinggal di bumi mu ya allah karna aku lalai dalam menjalankan perintah mu dan menjauhi larangan mu.... Dunia yang engkau ciptakan dan ciptaan mu yang terlalu ku cinta tak kala membuat ku lupa pada mu. Bumi yang engkau ciptakan ini ya allah sungguh lah sempurna... Berikanlah aku kesempatan untuk memperbaiki diri yang hina ini. Dunia yang engkau ciptakan ini ya allah sungguh lah indah....

Selasa, 09 Agustus 2016

makalah pembuatan tempe



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah 
Perkembangan bioteknologi telah melalui sejarah yang panjang sebelum manipulasi genetic mulai berkembang. Bioteknologi telah dikenal dan dilakukan oleh masyarakat tradisional, walaupun tanpa sebutan bioteknologi. Bioteknologi tradisional merupakan bioteknologi yang memanfaatkan mikroba, proses biokimia, dan proses genetic alami seperti mutasi dan rekombinasi genetic. Salah satu contoh produk bioteknologi konvensional yang banyak diterapkan oleh masyarakat kita adalah pada aspek pangan yakni pembuatan tempe yang berbahan dasar kedelai.
Tempe mempunyai nilai gizi yang baik. Di samping itu tempe mempunyai beberapa khasiat, seperti dapat mencegah dan mengendalikan diare, mempercepat proses penyembuhan duodenitis, memperlancar pencernaan, dapat menurunkan kadar kolesterol, dapat mengurangi toksisitas, mencegah anemia, menghambat penuaan, serta mampu menghambat resiko jantung koroner, penyakit gula, dan kanker. Untuk membuat tempe, selain diperlukan bahan dasar kedelai juga diperlukan ragi. Ragi merupakan kumpulan spora mikroorganisme, dalam hal ini kapang.
Dalam proses pembuatan tempe paling sedikit diperlukan empat jenis kapang dari genus Rhizopus, yaitu Rhyzopus oligosporus, Rhyzopus stolonifer, Rhyzopus arrhizus, dan Rhyzopus oryzae. Miselium dari kapang tersebut akan mengikat keping-keping biji kedelai dan memfermentasikannya menjadi produk tempe. Proses fermentasi tersebut menyebabkan terjadinya perubahan kimia pada protein, lemak, dan karbohidrat. Perubahan tersebut meningkatkan kadar protein tempe sampai sembilan kali lipat.

Fermentasi dapat terjadi karena adanya aktivitas mikroba penyebab fermentasi pada substrat organik yang sesuai. Terjadinya fermentasi ini dapat menyebabkan perubahan sifat bahan pangan, sebagai akibat dari pemecahan kandungan-kandungan bahan pangan tersebut
Pembuatan tempe tergolong gampang-gampang susah, hal ini dikarenakan bahan yang digunakan mudah untuk kita dapat namun dalam proses pembuatannya haruslah se steril mungkin, baik alat-alat dan bahan-bahan yang digunakan harus bersih, terutama dari lemak atau minyak. Alat-alat yang berminyak jika dipakai untuk mengolah bahan tempe bisa menyebabkan kegagalan fermentasi. Air yang digunakan juga harus bersih, menggunakan air hujan bisa mengakibatkan tempe tidak berhasil dibuat.
Berdasarkan uraian di atas, maka untuk mengetahui bagaimana mikroba dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan suatu makanan, atau menghasilkan produk tertentu, maka kegiatan praktikum ini perlu dilakukan untuk mengetahui pembuatan tempe, agar kita sebagai mahasiswa dapat menambah keterampilan dalam menghasilkan produk bioteknologi secara konvensional.
B.     Rumusan Masalah
-          Bagaimana cara pembuatan tempe?
-          Bagaiman peran Rhizopus oligosporus  dalam pembuatan tempe?
C.   Tujuan penelitian
-         Untuk mengetahui cara membuat tempe
-         Untuk mengetahui peran Rhizopus oligosporus dalam proses        pembuatan tempe



D.   Manfaat penelitian
                     *      Manfaat yang diperoleh siswa:
a)     Siswa akan mengetahui cara kerja atau proses pembuatan Tempe dengan menggunakan Bioteknologi.
b)    Siswa akan memperdalam pemahaman materi mengenai Bioteknologi konvensional dengan menjadikan percobaan ini sebagai acuan atau contoh agar mempermudah pemahaman tentang materi.
c)     Pengamatan ini dilakukan untuk menambah wawasan dan pengetahuan setiap siswa.
                     *      Manfaat yang diperoleh pembaca laporan:
a)      Laporan pengamatan ini akan membantu dalam memahami materi Bioteknologi konvensional terutama dalam pembuatan Tempe.
b)      Pengamatan yang terdapat dalam laporan ini akan dapat dikembangkan oleh pembaca, sehingga dapat memperoleh hal yang baru dalam pengetahuan.
c)      Sebagai bahan referensi bagi pembaca.






BAB II
TINJAUAN  PUSTAKA
 Kajian Teori
            Tempe merupakan makanan tradisional Indonesia yang dikomsumsi oleh hamper semua lapisan masyarakat, dengan komsumsi rata-rata pertahun 5,2 kg/kapita. Tempe mengandung komponen-komponen gizi yang tinggi, seperti protein dan vitamin B12 . Bahkan tempe diketahui mengandung senyawa antioksidan yang diidentifikasi sebagai isoflafon, yakni daidzein, genistein, glisitein. Senyawa-senyawa ini diyakini mempunyai peranan dalam merendam aktivitas radikal bebas, sehingga bermanfaat bagi pencegahan kanker seperti halnya karetenoid, vitamin E dan vitamin C (Subagio, 2002).
Bioteknologi adalah cabang ilmu yang mempelajari pemanfaatan makhluk hidup (bakteri, fungi, virus, dan lain-lain) maupun produk dari makhluk hidup (enzim, alkohol) dalam proses produksi untuk menghasilkan barang dan jasa. Dewasa ini, perkembangan bioteknologi tidak hanya didasari pada biologi semata, tetapi juga pada ilmu-ilmu terapan dan murni lain, seperti biokimia, komputer, biologi molekular, mikrobiologi, genetika, kimia, matematika, dan lain sebagainya. Dengan kata lain, bioteknologi adalah ilmu terapan yang menggabungkan berbagai cabang ilmu dalam proses produksi barang dan jasa. Bioteknologi secara umum berarti meningkatkan kualitas suatu organisme melalui aplikasi teknologi. Aplikasi teknologi tersebut dapat memodifikasi fungsi biologis suatu organisme dengan menambahkan gen dari organisme lain atau merekayasa gen pada organisme tersebut.(Galih,2012)
Kacang-kacangan dan biji-bijian seperti kacang kedelai. Kacang tanah, biji kecipir, koro dan lain-lain merupakan bahan pangan sumber protein dan lemak nabati yang sangat penting peranannya dalam kehidupan. Kedelai mengandung ptotein 35% bahkan pada varietas unggul proteinnya dapat mencapai 40-43%.
Dibandingkan dengan beras, jagung, tepung singkong, kacang hijau, daging, ikan segar, dan telur ayam, kedelai mempunyai kandungan protein yang lebih tinggi, hamper menyamai kadar protein susu skim kering (Hartono,&Yusmina Hala, 2012).
Pembuatan tempe dikenal beberapa macam laru atau inokulum yang dapat digunakan. Penggunaan laru yang baik sangat penting untuk menghasilkan tempe menggunakan tempe yang sudah jadi. Tempe diiris-iris tipis, dikeringkan dengan oven 40-450C atau jamur sampai kering, digiling atau ditumbuk halus dan hasilnya digunakan sebagai inokulum bubuk. Disamping itu, di beberapa daerah digunakan juga miselium kapang yang tumbuh di permukaan tempe. Caranya, miselium yang tumbuh dipermukaan tempe diambil dengan cara mengiris permukaan tempe tersebut, kemudian irisan permukaan yang diperoleh dijemur, digiling dan digunakan sebagai inokulum bubuk (Sarwono,1982).
Menurut Hidayat (2012), Proses fermentasi tempe dapat dibedakan atas tiga fase yaitu :
1)      Fase pertumbuhan cepat (0-30 jam fermentasi) terjadi penaikan jumlah asam lemak bebas, penaikan suhu, pertumbuhan jamur cepat, terlihat dengan terbentuknya miselia pada permukaan biji makin lama makin lebat, sehingga menunjukkan masa yang lebih kompak.
2)      Fase transisi (30-50 jam fermentasi) merupakan fase optimal fermentasi tempe dan siap untuk dipasarkan. Pada fase ini terjadi penurunan suhu, jumlah asam lemak yang dibebaskan dan pertumbuhan jamur hampir tetap atau bertambah sedikit, flavor spesifik tempe optimal, dan tekstur lebih kompak.
3)      Fase pembusukan atau fermentasi lanjut (50-90 jam fermentasi) terjadi penaikan jumlah bakteri dan jumlah asam lemak bebas, pertumbuhan jamur menurun dan pada kadar air tertentu pertumbuhan jamur terhenti, terjadi perubahan flavor karena degradasi protein lanjut sehingga terbentuk amonia.

Microorganisme Yang Berperan dalam Pembuatan Tempe
Tempe adalah sumber protein yang penting bagi pola makanan di Indonesia, terbuat dari kedelai.  Pembuatan tempe dilakukan sebagai berikut : kedelai kering dicuci, direndam semalam pada suhu 250C esok paginya kulit dikeluarkan dan air rendam dibuang.  Kedelai lalu dimasak selama 30 menit.  Sesudah itu didinginkan, ditaburkan dengan spora Rhizopus oligosporus dan Rhizopus oryzae, ditaruh dalam panci yang dangkal dan didiamkan pada suhu 300C selama 20 - 24 jam.  Dalam waktu itu kedelai terbungkus sempurna oleh mycelia putih dari jamur.  Sekarang tempe siap untuk dikosumsi.  (Wirakartakusumah, dkk; 1992)













BAB III
METODE PERCOBAAN
A.    Instrumen (Alat dan Bahan)
Ø  Bahan:
1.      Biji kedelai sebanyak 1 kg
2.      Ragi Tempe 1 sendok makan
Ø  Alat:
1.      Panci,
2.      kompor gas,
3.      tampah,
4.      tapisan,
5.      sendok nasi,
6.      ember,
7.      pembungkus, terdiri dari
a.       Daun Pisang
b.      Plastik
8.      serbet.
9.      lilin
B.     Prosedur Kerja
1.      Kedelai direndam dengan air bersih selama satu hari satu malam. 
2.      Setelah direndam sehari semalam dalam air rendaman, lalu kulit ari kedelai dibuang dengan cara diremas-remas sampai biji terbelah.
3.      Kedelai yang telah dibuang kulitnya direbus lagi dengan air baru dan bersih selama ± 30 menit sampai titik didih tercapai.  Kemudian rebusan kedelai ditiriskan pada tampah yang beralaskan daun Pisang, lalu didinginkan.
4.      Setelah rebusan kedelai dingin dan mulai kering, taburkan bibit tempe (ragi) sebanyak 1 sendok makan untuk 1 kg kedelai yang telah di siapkan sampai benar-benar merata.
5.      Kedelai yang sudah dicampur bibit tempe, di lakukan 2 perlakuan yang berbeda dalam pembungkusan :
6.      Perlakuan pertama, dibungkus dengan daun pisang yang telah dilayukan.
7.      Perlakuan yang kedua, kedelai yang telah diberikan ragi dibungkus dengan menggunakan plastic, setelah kedelai masuk dalam plastic ujung dari plastic di rekatkan dengan cara mendekatkan ujung dari plastic yang tebuka kea pi dari lilin. Setelah plastic tertutup bagian sisi dari plastic tersebut di lubangi menggunakan jarum atau lidi. 
8.      Setelah itudisimpan selama dua hari.
9.      Pengamatan dilakukan pada hari kedua, untuk melihat hasil yang didapatkan dari pembuatan Tempe.








C.    Dokumentasi Pelaksanaan Percobaan
Oval: Kedelai dibersihkan terlebih dahulu
Oval: Kedelai di cuci
Hingga bersih
Oval: Kedelai direndam selama satu malam



Oval: Kedelai di rebus hingga matang
Oval: Tempe yang dibungkus dengan daun pisang
Oval: Tempe yang dibungkus dengan plastik



BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
a.     Hasil
            Setelah hari kedua pengamatan atau hari kedua setelah kedelai yang telah di beri ragi di diamkan di lakukan pengamatan dengan hasil
1.      Text Box:  Kedelai yang di bungkus dau pisang
Gambar Tempe perlakuan I
 
Deskripsi keadaan hasil Tempe yang jadi : Tempe berhasil dibuat, kedelai yang difermentasi berhasil menjadi produk yang di inginkan yaitu Tempe, warna Tempe yang terjadi putih, dengan sedikit bercak hitam di beberapa bagian seperti pada Tempe umumnya. Aroma yang keluar dari Tempe yang di bungkus dengan menggunakan daun pisang adalah aroma tempe pada umunya tidak mengeluarkan bau busuk
2.      Text Box:  Kedelai yang dibungkus dengan Plastic
Gambar Tempe perlakuan II
 
Deskripsi keadaan yang didapat setelah 2 hari pengamatan : Tempe yang dihasilkan sama sekali tidak jadi, Tempe akhirnya busuk dengan warna yang timbul adalah sangat coklat, tekstur permukaan tempe lembab, dan lengket. Aroma yang dihasilkan oleh tempe dengan perlakuan ke-2 ini menghasilkan aroma yang sangat tidak sedap, sangat berbeda dari Tempe pada umumnya. Dapat di simpulkan bahwa Tempe yang dibuat dengan membungkus menggunakan plastic gagal.
b.      Pembahasan
            Dari hasil percobaan yang telah kelompok kami lakukan dalam pembuatan Tempe, maka pembuatan tempe pada kelompok kami berhasil. Dengan hasil Tempa jadi yang di bungkus dengan daun pisang.
Akan tetapi dari data yang ditemukan, kami mengalami kegagalan dalam pembuatan Tempe ketika membuatnya dengan bungkus plastic, dari kedua data yang didapatkan ini kami sementara menyimpulkan bahwa daun pisang lebih cocok dalam pembuatan Tempe. Tempe yang dibuat dengan menggunakan bahan plastic sebagai pembungkus sudah membusuk pada hari kedua pengamatan, dimana seharusnya pada jangka waktu hari tersebut diharapkan yang terjadi adalah bentuk Tempe yang diinginkan.
Sesuai dengan data dan informasi ilmiah yang kami dapatkan, pada proses fermentasi tempe terdiri atas tiga fase yaitu : (a). Fase pertumbuhan cepat ini berlangsung 0 sampai 30 jam pertama, terjadi penaikan jumlah asam lemak bebas, penaikan suhu, pertumbuhan jamur cepat, dengan terbentuknya miselia pada permukaan biji yang semakin lebat setelah fase ini lalu masuk pada fase kedua (b)Fase transisi yang berlangsung setelah 30 jam pertama sampai 50 jam fermentasi berlangsung yang merupakan fase optimal fermentasi tempe yang siap untuk dipasarkan.  Setalah 50 jam tempe masuk pada (c) Fase pembusukan atau fermentasi lanjut yang terjadi akibat proses ini adalah terbentuknya ammonia, yang artinya tempe pada jangka waktu ini jika tidak mendapatkan perlakuan yang baik akan segera membususk.
Pada percobaan yang telah kami lakukan yang terjadi adalah pada Tempa yang dibungkus dengan bahan pembungkus berupa plastic telah membusuk pada hari kedua yang masi dalam jangka waktu 48 jam fermentasi yang seharusnya pada waktu-waktu tersebut Tempe dalam keadaan optimal atau paling baik.
Ini jelas membuktikan plastic yang digunakan tidak terlalu cocok dalam pengolahan tempe, apalagi dengan pengolahan yang tidak higienis, termasuk tidak cocok untuk produksi sekala rumahan.
Dalam sebuah penelitian meyebutkan bahwa tempe yang dibungkus rapat dengan plastik akan lebih cepat membusuk dibandingkan dengan tempe yang dibungkus oleh daun pisang.
Molekul kecil pada kemasan plastik yang digunakan untuk membungkus tempe atau bahan makanan lainnya dikhawatirkan akan melakukan migrasi ke dalam bahan makanan yang dikemas, hal inilah yang dapat menyebabkan cepatnya pembusukan tempe. Apalagi jika plastik diolah dari bahan yang berbahaya, hal ini dapat mengakibatkan bahan kimia bercampur dengan tempe dan akan menghambat pertumbuhan kapang. Kapang tempe yang digunakan bersifat aerob obligat, artinya membutuhkan oksigen untuk pertumbuhannya. Oleh karena itu jika tempe dibungkus dengan plastik yang rapat dikhawatirkan proses fermentasi akan terhambat dan kualiatas kapang yang dihasilkan akan mempengaruhi kulaitas tempe juga. Selain itu, plastik tidak mempunyai rongga karena partikel-partikelnya padat, sementara itu daun pisang memiliki rongga yang tidak terlalu padat sehingga sirkulasi udara berjalan lancar yang berguna bagi tempe ketika menguap.
Sementara itu daun pisang  merupakan bahan organik yang memiliki sifat kontaminan alami yang ada pada daunnya. Macam bakteri yang sering ada pada permukaan daun adalah Bacillus cereus, B.Subtilis, Lacotbacillus acidophilus sp., Staphylococcus aureus, S.epidermidis, pseudomonas sp.,Corynebacterium sp.,Micrococcus sp. Kapang yang sering ada adalah Mucor mucedo, Aspergillus niger, A.flavus, penicilium expansum,Rhizopus stolonifer (Supardi dan Sukamto, 1999).

Sejak dulu daun pisang digunakan oleh masyarakat jawa sebagai pembungkus makanan terutama tempe, hal ini disebabkan karena membungkus tempe dengan daun pisang sama halnya dengan menyimpan tempe dalam ruang gelap dimana hal itu adalah salah satu syarat ruang fermentasi.
Walaupun dibungkus kelebihan lainnya daun pisang masih bisa melakukan sirkulasi udara karena rongga-rongga udaranya. Ini dia yang menambah  kelebihan  tempe jika dibungkus dengan daun pisang, kandungan polifenol yang terdapat pada daun pisang sama dengan daun teh yang dapat menjadi antioxidant. Antioxidant polifenol dapat mengurangi resiko penyakit jantung, pembuluh darah dan kanker. Aroma dari tempe pun akan lebih harum dan tak berbau tengik karena ada kandungan polifenol ini. Kandungan polifenol juga dapat menghambat pertumbuhan bakteri streptococcus dan akan lebih memaksimalkan proses fermentasi pada tempe karena kapang tumbuh dengan baik.









BAB V
KESIMPULAN
Kesimpulan
Berdasarkan data yang kami peroleh dari proses pengamtan ini, kami dapat menyimpulkan bahwa :
1.      Tempe merupkan salah satu produk bioteknologi terbuat dari singkong yang difermentasikan oleh Rhizopus oligosporus.
2.      Peran Rhizopus oligosporus  dalam pembutan tempe adalah Rhizopus akan menggunakan Oksigen dan menghasilkan CO2 yang akan menghambat beberapa organisme perusak. Adanya spora dan hifa juga akan menghambat pertumbuhan kapang yang lain. Jamur tempe juga menghasilkan antibiotikayang dapat menghambat pertumbuhan banyak mikrobia.
3.      Untuk pembungkusan tempe sebaiknya menggunakan bahan daun pisang, untuk menghindari tepe yang dibuat tidak cepat membusuk.
4.      Cita rasa tempe kedelai ditentukan oleh jenis kedelainya dan ditentukan juga oleh jenis pembungkus yang digunakan selama fermentasi. Selama ini yang kita ketahui ada dua jenis pembungkus tempe, yaitu plastik dan daun pisang. Kemasan plastik memiliki kelebihan yaitu kuat, ringan, tidak karatan serta dapat diberi warna, sedangkan kelemahannya adalah molekul kecil yang terkandung dalam plastik yang dapat melakukan migrasi ke dalam bahan makanan yang dikemas. Daun pisang memiliki kelebihan pembungkus alami yang tidak mengandung bahan kimia, mudah ditemukan, mudah di lipat dan memberi aroma sedap.


DAFTAR PUSTAKA
Galih. 2015. Pembuatan Tempe. http://neogalih. blogspot. com/2011/04/laporan -bioteknologi-pembuatan-tempe.html?showComment=1354114354422#c56713896 1209048253. 
Nurhidayat. 2015. Tahapan Proses Pembuatan Tempe. http://nurhidayat.lecture .ub .ac .id /2009/04/28/tahapan-proses-pembuatan-tempe/#comments.
Muchtadi,T.R. 1989. Teknologi Proses Pengolahan Pangan. PAU Pangan dan Gizi, IPB Bogor. Setiadi. 2002. Kepekaan Terhadap Pengolahan Pangan. Pusat Dinamika Pembangunan UNPAD, Bandung.
Winarno,F.G, dkk. 1984. Pengantar Teknologi Pangan. PT Gramedia, Jakarta. Wirakartakusumah, dkk. 1992.
Peralatan dan Unit Proses Industri Pangan. PAU Pangan dan Gizi, IPB Bogor.